Renungan Selasa, 24 Januari 2023
Ibr. 10:1-10 ; Mzm. 40:2,4ab,7-8a,10,11; Mrk. 3:31-35
“Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.” (Markus 3:35)
Sebagai orang percaya kepada Kristus belumlah cukup, memang Kristus telah menderita dan mati disalibkan demi menebus dosa–dosa kita, namun bukan berarti ketika memilih untuk menjadi pengikut-Nya lalu dibaptis maka otomatis kita menjadi manusia yang bebas menentukan hidup ini sesuai dengan keinginan kita dan merasa yakin pasti mendapat keselamatan.
Saya ingat waktu saya masih remaja seringkali saya merasa paling disayang oleh Tuhan karena saya percaya dan menjadi pengikut-Nya, sehingga sering saya memandang sebelah mata mereka yang tidak seiman dengan saya. Seringkali saya membaca ayat–ayat Alkitab dengan keras dengan tujuan mereka mendengar dan mengetahui bahwa saya pasti memperoleh keselamatan karena telah dibaptis. Saya kira saya lebih hebat dari teman sebaya saya yang mereka tidak tahu mau ke gereja atau tidak percaya kepada Yesus. Saya bangga dengan diri saya yang merasa telah benar memilih Yesus sebagai kepercayaan saya. Tetapi, Perikop ini menyadarkan akan siapakah saya sebenarnya? menurut sikap dan tindakan-tindakan yang saya lakukan, cara berbicara, kesetiaan saya, sudahkah mengambarkan sebagai anak Allah? yang masuk dalam keluarga Allah? Kalau masuk dalam keluarga Allah berarti sikap dan tindakan kita bisa membuktikan seperti yang Allah inginkan sebagai Bapa kita. Jika Allah adalah Bapa kita maka kita bersaudara dengan Yesus sebab Yesus adalah anak Allah yang sesungguhnya.
Persoalannya sekarang benarkah kita sudah bisa dikatakan saudara Yesus? Jika dilihat dari pengertian saudara ialah orang yang bertalian keluarga/sedarah, berarti kita tidak layak disebut sebagai saudara Yesus masuk dalam keluarga Allah. Karena kita tidak sedarah dengan Yesus. Tetapi kita bisa disebut sebagai saudara Yesus bagian anak-anak Allah hanya oleh Anugerah Allah. Sebagai anak ataupun saudara Yesus, bagaimana sikap hidup kita yang bisa memperlihatkan bagian dari keluarga Allah. Karena misi Yesus adalah membentuk keluarga Allah yang meliputi semua orang, yaitu mereka yang melakukan kehendak Allah dan hidup saling mengasihi secara damai. Hubungan ini tidak lagi berdasarkan darah-daging, tetapi karena mau melakukan kehendak Allah, dan dasar atas segalanya adalah kematian kebangkitan Yesus yang mau melakukan kehendak BapaNya. Mari bersama kita lakukan kehendak Allah agar kita disebut saudara oleh Yesus dan menjadi keluarga Allah yang hidup saling mengasihi tanpa membedakan, seperti Yesus yang tidak pernah membedakan kita.
Allah Bapa yang penuh kasih, kami mohon rahmat-Mu agar kami senantiasa memperbaiki hidup lebih baik dengan demikian kami merupakan bagian dari saudara-Mu. Amin. (MISW)