Kasih Memulihkan Kehidupan

Renungan Senin 10 September 2018

Bacaan: 1Kor. 5:1-8Mzm. 5:5-6,7,12Luk. 6:6-11

KASIH MEMULIHKAN KEHIDUPAN

Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat alasan untuk mempersalahkan Dia. (Luk. 6:7)

Sebaik apapun pengajaran dan tindakan Yesus, bagi kaum Farisi dan para ahli Taurat selalu salah dan negatif. Sekalipun Yesus berbuat baik dengan menyembuhkan orang sakit, mereka tetap menyalahkan Yesus. Mereka tidak mampu melihat segala kebaikan dari Yesus. Mereka iri hati kepada Yesus. Karena itu, mereka berusaha untuk menjatuhkan Yesus. Sikap mereka itu tidak mematahkan semangat pelayanan Yesus. Yesus tetap bersemangat untuk berbuat kasih dan kebaikan.

Mari kita belajar dari Yesus yang tetap tekun dan setia berbuat kasih dan kebaikan walaupun menghadapi tantangan dan rintangan. Di sisi lain, berusaha untuk melihat orang lain bukan sebagai saingan yang mengancam hidup dan usaha kita, sebaliknya menjadi inspirasi yang memperkaya hidup kita. Belajar untuk membangun positive thinking terhadap orang lain agar hidup kita semakin bahagia dan damai sejahtera.

Kita simak bersama secara perlahan-lahan pernyataan berikut:

Bagi sekelompok orang, peraturan seringkali disebut sebagai sebuah “tali” yang mengikat. Oleh karena kuatnya ikatan tersebut dengan sesuatu hal, maka kebebasan seringkali tidak ditemukan di dalamnya. Bahkan setiap orang dituntut untuk patuh pada hal-hal yang telah diikat tersebut. Hal inilah yang dapat kita temukan dalam diri orang-orang Farisi pada hari ini.

Sebaliknya ada orang yang melihat peraturan adalah buatan tangan manusia sendiri atau dengan kata lain bukan aturanlah yang membuat manusia. Dengan demikan orang-orang seperti ini akan melihat aturan sebagai sebuah cara atau jalan, di mana seseorang dapat menjalankan hidupnya dengan lebih terarah. Selain itu, karena peraturan itu dibuat oleh manusia dan bukan aturan yang membuat manusia, maka manusia bisa mengubahnya, sesuai dengan kebutuhan yang menuntutnya. Hal inilah yang kita temukan dalam pribadi Yesus.

Dengan mengatakan hal demikian, sebenarnya Yesus mau mengatakan bahwa manusia yang membuat aturan hari sabat, tetapi Saya (Yesus) yang lebih berkuasa atas semua manusia di atas bumi ini yang telah menciptakan hari sabat tersebut. Jadi, Yesus bisa melunakkan aturan-aturan yang ada di dalamnya.

Melihat misi Yesus di tengah dunia yang berlandaskan pada kasih sebagai titik tolak pelayanannya, sebenarnya Yesus mau menekankan satu hal dari tindakannya di atas. Baginya, yang lebih penting adalah kasih dan bukan kurban persembahan. Itulah yang dikehendaki oleh Yesus. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika Yesus sampai melunakkan beberapa aturan yang sebenarnya harus dipatuhi secara teguh.

Bagi kita zaman sekarang, sebagian dari kita seringkali menjadi “Farisi” baru yang teguh pada peraturan sampai melupakan aspek lain yang lebih penting daripada itu, yakni kasih. Aturan yang ketat terhadap hukum seringkali membuat kita harus mengorbankan sesama kita.

Pertanyaan Yesus tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan di hari Sabat menunjukkan bahwa Yesus memahami pesan sesungguhnya di balik perintah tentang hari Sabat. Dia juga dapat membaca pemikiran para ahli Taurat. Yesus melontarkan perkataan pedas karena para ahli Taurat ingin menunjukkan kesalehan kepada Allah dengan kesalehan yang mereka ciptakan sendiri. Mereka berusaha hidup saleh di depan manusia, tetapi mereka sama sekali tidak memedulikan sesamanya.

Bagi Yesus, kepedulian dan menjadi berkat untuk sesama itu jauh lebih penting untuk dilakukan daripada aturan-aturan atau tradisi kesalehan agamawi. Bukti ketaatan dan kasih kepada Allah bukan ditunjukkan dengan seberapa banyak aturan agama yang kita lakukan. Jika kita tidak mengasihi sesama, sia-sialah semuanya itu.

Kasih tanpa perbuatan adalah ibarat makan tanpa garam, yang tidak enak atau hambar. Demikian juga dengan kasih. Kasih itu lebih indah jika dinyatakan lewat perbuatan. Jika iman tanpa perbuatan adalah iman yang mati (Yak. 3:17), demikian juga dengan kasih. Jika kasih tanpa diaplikasikan dalam perbuatan yang konkret, maka itu kasih yang mati.

Berikut sebuah ilustrasi. Suatu hari seorang pelayan Tuhan dimintai bantuan oleh seorang wanita tua yang tidak mempunyai tepat berteduh. Karena sangat sibuk, maka pelayan Tuhan ini berjanji akan mendoakan wanita tua tersebut. Beberapa saat kemudian, si wanita tua ini menulis puisi pada secarik kertas sebagai berikut:

Saya kelaparan…

dan Anda berdiskusi untuk membicarakan kelaparan saya

Saya terpenjara….

dan Anda berdoa untuk kebebasan saya

Saya telanjang….

dan Anda mempertanyakan dalam hati kelayakan penampilan saya

Saya sakit….

dan Anda berlutut menaikkan syukur kepada Tuhan atas kesehatan Anda

Saya tidak mempunyai tempat berteduh…

dan Anda berkhotbah tentang Allah sebagai tempat perteduhan abadi

Saya kesepian…

dan Anda meninggalkan saya sendirian untuk berdoa

Anda kelihatan begitu suci, begitu dekat dengan Allah, tetapi saya tetap kelaparan, kesepian dan kedinginan.

Puisi ini barangkali membuat wajah kita memerah. Bukan karena marah pada sang pelayan Tuhan tersebut, melainkan kita sendiri, mungkin tak jauh berbeda dengan sang hamba Tuhan tersebut.

Refleksi diri:

  • Apakah dalam memberi bantuan, kerap kita lebih banyak menyampaikan teori, nasihat atau perkataan manis saja. Namun, tak ada satu pun tindakan nyata yang kita lakukan? Jika demikian, ingatlah bahwa kita mengasihi bukan hanya dengan perkataan atau dengan lidah saja, tetapi dengan perbuatan. Seribu kata mutiara tidak akan pernah ada artinya tanpa ada satu saja perbuatan nyata.
  • Ataukah kita memberi bantuan dengan tangan kanan dan tangan kiri kita mengetahui perbuatan baik kita?
  • Apakah kita mudah iri hati atau mempunyai prasangka buruk terhadap orang lain sehingga tidak dapat melihat kebaikan orang tersebut?
  • Apakah kita mengganggap orang lain yang lebih baik sebagai saingan atau inspirasi/penyemangat bagi diri kita?
  • Apakah kita hanya berpegang pada aturan saja dan mengesampingkan perbuatan kasih kepada sesama?

Semoga pesan Yesus hari ini menyadarkan kita, bahwa dalam berbuat sesuatu, kita hendaknya selalu mengenakan belas kasihan sebagai dasar utama.

Ya Yesus, utuslah Roh Kudus ke dalam hatiku, agar aku selalu melihat sisi baik dari sesamaku. Mampukanlah aku untuk selalu berbuat kasih bukan hanya kata-kata melainkan dengan tindakan nyata. Mampukan aku untuk tidak saling menghancurkan; sebaliknya bersama-sama membangun masyarakat bangsa dan negaraku agar semakin damai dan sejahtera.

Kasih karunia dan kebaikan Tuhan Yesus senantiasa menyertai kita semua. Amin. (VRE)

Gambar terkait

Share This :
Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
×