Renungan Minggu 10 Juli 2016
Bacaan: Ul. 30:10-14; Mzm. 69:14,17,30-31,33-34,36ab,37; Kol. 1:15-20; Luk. 10:25-37
Kita adalah orang-orang yang sudah diselamatkan, menerima kasih dan anugerah Kristus. Kalau kita tahu Dia sudah begitu baik, maka kita akan bangkit dan berkata, “Tuhan kita mau jadi berkat bagi sesama.” Bilamana kita melihat perintah cinta kasih sebagai suatu kewajiban saja, maka kita tidak akan mampu mengasihi seperti yang dikehendaki oleh Allah. Ada banyak orang yang perlu ditolong, ada banyak orang yang perlu dikasihani, ada banyak orang yang perlu dikuatkan imannya. Yesus mengajar pentingnya bermurah hati kepada sesama, tertutama orang yang paling membutuhkan kita. Sesama digambarkan sebagai orang asing korban perampokan yang tergeletak di jalan. Korban itu merupakan representasi orang-orang yang menderita dan membutuhkan uluran tangan. Kita dipanggil untuk berani berbuat baik bukan hanya dengan tindakan karitatif saja tetapi juga berani mengambil resiko tanpa syarat dan tanpa perhitungan terhadap sesama sekalipun mereka itu orang asing, sebagaimana yang dilakukan oleh orang Samaria dalam bacaan Injil hari ini.
Sebenarnya perbuatan baik dapat dikerjakan oleh siapa saja, muda, tua, miskin, kaya, bahkan orang sibuk sekalipun, hanya persoalannya, perbuatan baik itu membutuhkan kemauan (Luk 10:33). Orang Samaria bukan orang yang tahu banyak tentang Firman Tuhan, tapi dia punya kemauan untuk menolong. Orang Lewi, Imam itu sebenarnya tahu lebih banyak, tetapi persoalannya, mereka tidak mau untuk menolong. Orang Lewi dan Imam itu lebih melihat kebutuhan dan keamanan diri; mereka tidak melihat kebutuhan sesama. Mereka merasa dirinya mulia, hebat, berkelebihan dan merasa direndahkan jika harus menolong yang hina dan malang.
Perbuatan baik membutuhkan pengorbanan. Perbuatan baik tidak hanya membutuhkan konsep-konsep, tekad dan cita-cita semata tapi tidak ada tindakan, tidak ada pengorbanan. Kalau kita tidak siap berkorban, tidak mau rugi waktu, tenaga, dana, bakat atau kemampuan, maka kita tidak bisa berbuat baik. Imam dan orang Lewi tidak mau menolong (bisa berbuat baik) karena tidak mau berkorban, karena alasan masih ada pekerjaan. Orang Samaria ini juga masih ada pekerjaan, makanya dia tinggalkan orang itu di penginapan dan ia akan kembali lagi. Yang pasti dia mau berkorban dulu apapun risikonya, sampai dia harus keluar uangnya sendiri padahal dia tidak kenal dengan orang itu. Jadi jelas bahwa perbuatan baik bisa dilakukan siapa saja hanya persoalannya mau berkorban atau tidak.
Hidup yang seperti Kristus bukan hanya hidup yang dekat dengan Kristus, tapi hidup yang dekat dengan Kristus juga dibuktikan dengan hidup yang mengasihi jiwa-jiwa yang terhilang. Maka alkitab menjelaskan bahwa apapun yang kita kerjakan untuk seorang terhilang, yang hina, orang yang menderita ini sama seperti kita melakukannya bagi Tuhan.
Untuk berbuat baik, cukup kita perlu mendengar bisikan suara hati seperti yang difirmankan dalam bacaan pertama, “Tetapi firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan”. Mari kita berlomba-lomba untuk melakukan perbuatan baik bagi orang lain bukan supaya masuk surga, tetapi karena menyadari anugerah Tuhan yang luar biasa, dan sebagai kerinduan kit
a untuk membalas cinta Tuhan yang lebih dahulu berbuat baik buat kita.
Tuhan memberkati.
LF